Say No To Maksiat
Masa remaja, adalah saat dimana kita membutuhkan figur dan suasana serta
lingkungan yang baik buat kita tumbuh. Tapi, sayangnya ternyata nggak semua
orang bisa mendapatkan yang dia mau.
Dan keadaan itu akhirnya membuat remaja seumuran kita memilih jalan
berputus asa dan semakin terpuruk dan menjadi pesakitan. Selain itu, mereka
juga memutuskan untuk mengganti jati dirinya menjadi seseorang yang kurang
bagus dalam hal akhlak dan perilaku, demi datangnya sebuah perhatian.
Sahabat, Allah SWT, telah mengirimkan contoh teladan yaitu Rasulullah SAW
yang seorang yatim piatu. Tidak ada orang tua yang mendampingi untuk berkeluh
kesah atau sekedar memanjakan beliau. Saat itu Rasulullah hanya hidup dengan
pamannya, Abu Thalib.
Pada awal-awal masa remaja, Rasulullah juga belum memiliki pekerjaan tetap
untuk mencukupi kebutuhan hidup. Namun begitu, beliau nggak putus
harapan, beliau juga tidak mengeluh. Beliau menggembala kambing di kalangan
Bani Sa’ad dan juga di Makkah dengan imbalan beberapa dinar. Beliau menjalani
semua itu nggak cuma satu hari dua hari, tapi selama beberapa tahun.
Lihatlah, betapa semua cobaan dalam hidup tetap tidak membuat beliau
bersikap tidak baik ataupun sampai terjerumus dan menjerumuskan diri pada hal-
hal yang negatif. Beliau tetaplah mempertahankan kemuliaan akhlaknya, seperti
yang diceritakan oleh Ali bin Abu Thalib, bahwa Rasulullah pernah
bercerita :
“Aku tidak pernah tertarik oleh
perbuatan yang lazim dilakukan orang-orang jahiliyah kecuali dua kali. Namun
dua kali itu Allah menjaga dan melindungi diriku. Ketika aku masih bekerja
sebagai penggembala kambing bersama kawan-kawanku, pada suatu malam kukatakan
kepada seorang dari mereka : “ Awasilah kambing gembalaanku ini, aku hendak
masuk ke kota (Mekah) untuk bergadang seperti yang biasa dilakukan oleh kaum
pemuda”. Setibaku di Mekah kudengar bunyi rebana dan seruling dari sebuah rumah
yang mengadakan pesta. Ketika kutanyakan kepada seorang di dekat rumah itu, ia
menjawab bahwa itu pesta perkawinan si Fulan dengan si Fulannah. Aku lalu duduk
hendak mendengarkan tetapi kemudian Allah swt membuatku tertidur hingga tidak
mendengar apa-apa. Demi Allah aku baru terbangun dari tidurku setelah disengat
panas matahari. Peristiwa ini terulang lagi keesokan harinya. Demi Allah sejak
itu aku tidak pernah mengulang hal-hal seperti itu lagi”.
Subhanallah....
Sahabat, banyak dari kita beralasan, “aku begini karena broken home”, “aku
bandel karena kurang perhatian dari sekitarku”, “aku jadi rusak karena tidak
ada yang membimbingku” dan lain sebagainya. Tapi semua hujatan dan makian kita
terhadap keadaan sama sekali tidak membuat kita beranjak dari kesalahan itu
sendiri. Kita tetap disana dan “menikmati”.
Sahabat, ketahuilah... memang hidup adalah tentang melewati berbagai cobaan
demi cobaan. Banyak dari kita yang mudah tergoda dengan “kesenangan”, karena
saking putus asanya menghadapi keadaan.
Padahal, jika kita tahu, sebenarnya semua itu nggak menyenangkan sama
sekali. Kita mengira, toh masih muda ini kan, jadi nikmati saja. Tapi sayang
banget, nggak ada yang gratis di dunia ini.
Termasuk dengan akibat minus dari setiap perbuatan jelek yang kita lakukan.
Walaupun itu atas nama pelarian dari putus asa.
Nah, sayangnya saat kita sudah jatuh pada titik terendah dari kejatuhan
kita akibat perbuatan itu, nggak jarang menyalahkan orang tua, keluarga, bahkan
siapapun kecuali diri kita sendiri, sebagai akibat dari semua kesalahan yang
kita lakukan. Nggak Gentle banget kan.
Maka dari itu tugas seorang pemimpin yang nggak bisa di wakilkan adalah
memutuskan. Dan kamu adalah pemimpin dari diri kamu sendiri. So, mengapa kita
tidak tegas kepada diri sendiri, dengan mengatakan "NO" kepada
kemaksiatan atau perilaku kurang baik apapun yang kita lakukan?.
Dengan begitu kita akan boleh berbangga dengan kemampuan diri kita mendidik
diri sendiri. Lihat saja, nggak akan ada ruginya kok, kalau kita buru- buru
meng-cut kebiasaan buruk itu secepatnya. Yups, karena semua orang pasti tahu
kalau menjadi pribadi yang mengalami kerugian itu, tidak akan menguntungkan dan
mendamaikan. Dan siapakah orang yang merugi itu?
Rasulullah SAW Bersabda, "Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini
lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini
sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa
yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang
beruntung." (HR. Bukhari).
Kalau orang lain bisa, lalu kenapa kita nggak? Bukankah kita semua
diciptakan Allah dengan sangat istimewa dan pasti punya keistimewaan
tersendiri?.
Kuncinya adalah kesegeraan segera tentukan akan jadi apa dan akan kemanakah
jalur hidupmu akan kamu habiskan, dengan mengubah kejelekan dan mengolah
kekurangan kita, sehingga kita menjadi pribadi yang pantas dibanggakan, paling
tidak oleh diri kita sendiri.
Hidup kan Cuma sekali ini, kenapa nggak membuat yang sangat berarti? Ya,
nggak?
Komentar
Posting Komentar