Remaja 25 - Balada Pengikut Sang Ustadz Lebay
Aku...
adalah anak
muda yang masih dalam proses mencari. Mencari jati diri, panutan ataupun tokoh
yang bisa menuntunku menjadi seorang pemuda yang diridhoi iIahi. Scara memang,
aku adalah anak muda yang memang masih rawan dalam menentukan sikap serta cara
pandang tentang hidup.
Setelah banyak hari dan banyak berpikir...
Setelah banyak hari dan banyak berpikir...
Suatu kali, aku
akhirnya menyaksikan seorang ustadz di televisi. Seorang ustadz yang begitu
berwibawa menurutku, dan jelas lah bagiku yang masih minim ilmu, panggilan
seorang ustadz yang disematkan kepadanya adalah dengan kata lain dia telah
lulus dalam ketinggian ilmunya tentang agama.
Ya, dialah yang
aku cari. Muda, sholeh, sukses, berwibawa dan berpengaruh.
Hari demi hari
aku rajin mencarinya dalam berbagai forum, berharap aku akan bisa mendapatkan
ilmu yang lebih dalam darinya.
Tapi...
Entah mengapa,
semakin aku mencari, semakin aku terheran kepadanya. Mengapa sang ustadz
panutanku ini tidak sering tampak dalam forum pengajian dan malah rajin eksyen di
saluran infotaiment.
Sebentar aku
buka catatan ingatanku tentang infotainment. Tayangan ghibah yang miris memang,
karena menjadi langganan orang- orang untuk melihatnya setiap hari. Lah
cilakanya, kok si ustadz ternyata juga menjadi bahan gosip disana? wuh rasanya
tidak terima, saat sang ustadz dibicarakan ini dan itu. Keterlaluan.
Tapi...
Mengapa sang
ustadz justru tertawa- tawa, sedang menikmatikah dia dengan pemberitaan itu,
karena akan berimbas pada naiknya pamor beliau sebagai seorang ustadz?. Jiaaah,
kenapa ustadz jadi lebay bgono sih? Alisku naik turun dan galau mengisi
pikiranku sebagai seorang pengagum dan pengikut sang ustadz.
Hari
berikutnya,
Materi
pengajian di masjid kecil dekat rumahku seakan susah untuk pergi dari
ingatanku. Isinya adalah tentang pergaulan laki- laki dan wanita dalam aturan
islam. Ustadz di desaku tersebut menyatakan bahwa dalam islam tidak ada istilah
pacaran. Namun, beliau juga menekankan bahwa tidak mungkin seseorang menikah
dengan orang yang tidak pernah dia kenal sama sekali.
Maka dari itu
dalam islam ada acara ta'aruf. Disana nanti dua orang yang akan menikah
diajarkan untuk saling mengetahui tentang kepribadian masing- masing, tapi
masih harus ada pihak ketiga diantara mereka.
Ini jelas
berbeda dengan yang namanya pacaran. Kalau pacaran, dua orang laki- laki dan
perempuan tidak memiliki batas lagi sehingga mudahlah bagi setan untuk menjadi
pihak ketiga dalam hubungan mereka. Maka zina adalah hal seterusnya yang tidak
akan mungkin bisa dihindari, kecuali dengan pertolongan Allah.
Dan, masih
menurut pak ustadz, proses ta'aruf ini lebih baik tidak disiarkan, karena jika
akhirnya ternyata Allah menghendaki keduanya belum berjodoh, maka akan
terjagalah kehormatan laki- laki dan perempuan yang melakukan proses ta'aruf tersebut,
karena dalam perkenalan itu, segala kekurangan dan kelebihan masing masing
telah di ungkapkan secara jujur.
Aku pelajari
dan ingat baik- baik segala keterangan yang telah disampaikan itu.
Namun, ...
Ketika aku
menyaksikan apa yang aku lihat hari ini, hal itu sungguh galau part 2 buat aku.
Semua karena yang aku saksikan justru berbanding terbalik dengan yang dilakukan
sang ustadz panutanku. Kebetulan beliaunya sekarang adalah juga sedang
menghadapi proses taaruf juga.
Trus, mana ini
yang benar?. Yah jangan salahkan aku jika bertanya begitu, aku hanya remaja yan
masih minim ilmu dan butuh figur. Lalu yang mana yang harus aku contoh?
Hari
selanjutnya...
Di sekolah, lagi ramai temen- temen ngomongin soal ustadz idolaku. Tapi kali ini ada hal yang nggak enak yang mampir ditelingaku. Seseorang teman mengatakan " ustadz saja boleh pacaran, yah apalah namanya, ta'aruf atau apa, tapi kan udah berdua-duaan, foto- foto bareng, deket- deketan, malah nonton konser bareng. trus kenapa kita yang jelas- jelas jujur bilang kita pacaran malah di kritik?"
Fiuhh.. aku
menyeka keringatku...
Ditempat lain, masih di TKP yang sama, sekolahku, seorang teman lagi mengatakan " Jaman sekarang gaya narsis tuh dah kudu, alias wajib. Nggak narsis nggak gaya dunk. Noh kan ada ustadz yang sering nongol di infotainment. Buat apa coba, buat populer donk.Ya nggak?"
Aku diam dan
cuma mikir. Entar dulu, ini yang salah temenku yang asal nerocos nggak pake
mikir ato sang ustadz yang emang agak gimana gituh, atau malah aku yang salah
ngidolain seseorang.
Walau
bagaimanapun bingungnya aku dengan tingkah polah semuanya yang pada aneh,
termasuk diri aku sendiri ini, namun aku tidak mau bergabung bersama- sama
mereka yang justru menjelekkan islam, hanya berdasarkan seseorang figur yang
tengah "lupa".
Yah sudahlah,
siapalah aku ini, cuma seorang remaja yang kurang ilmu yang masih mencari jati
diri dan panutan yang baek. Aku tidak mau ikut menghakimi kecuali hanya sekedar
melihat dan kemudian mengambil ilmu dari kejadian yang terjadi.
Tapi jujur,
dalam hati aku berkata, aku punya cita- cita, kalau nih ya, suatu hari Allah
mengamanahkan aku buat bisa jadi seorang panutan, ustadz ato apapun lah
namanya, aku akan mohon pada Allah supaya tidak dilalaikan dengan sebutan itu
dan dikuatkan untuk tetap istiqomah.
Aku juga turut
mendoakan semoga sang ustadz idolaku tersebut segera ngerti dan berbenah diri,
maklum naluri belajar kami, para remaja sangatlah besar, apalagi dalam hal
mencari jati diri.Remaja- remaja seperti aku ini banyak jumlahnya dan memang
bener- bener membutuhkan seorang figur yang bener yang bisa menuntun kami,
untuk bertindak sesuai dengan aturan Islam yang bener. Semoga...
Naayma
Komentar
Posting Komentar