Remaja 29 - Fenomena Jilbab Gaul
Suatu hari
penulis menghadiri sebuah acara training dan talkshow. Acara ini memang menarik
saya, karena temanya sesuai dengan kondisi saya yang mulai malas-malasan
belajar.
Saat itu,
sebelum acara dimulai, sebagian peserta yang hampir 2/3 adalah wanita, masih
berada di luar ruang ruangan. Acara yang dijadwalkan dimulai jam 9 agak molor
disebabkan keterlambatan ‘bapak-bapak’ yang akan menyampaikan kata pengantar
atau sekedar sambutan di sesi pertama (pembukaan) acara ini. Adapun sesi kedua
adalah penyampaian materi.
Ketika itu saya
merasa cukup tidak ‘nyaman’ (mata dan hati) menyaksikan cukup banyak mahasiswi
yang berpakaian, menurut saya, terlalu berlebihan. Berjilbab gaul, tetapi baju
dan celana jeans yang mereka pakai sangat ketat. Sehingga, ya begitu, siapapun
yang memandang bisa langsung tahu bentuk dan lekuk-lekuk tubuh mereka (minta
maaf kalau kurang sopan). Saya kemudian berpikir, oh mungkin karena saya jarang
hadir dalam acara-acara yang semisal ini, yang mengumpulkan orang dari berbagai
macam ‘background’. Atau mungkin selama ini yang saya saksikan adalah lebih
banyak mahasiswi-mahasiswi Melayu yang memakai baju kurung.
Terlepas dari
faktor keterkejutan saya itu, saya kira semua akan sepakat bahwa ada ketenangan
dan kesejukan tersendiri ketika kita menyaksikan seorang wanita yang berjilbab
dan berpakaian sesuai dengan yang Islam tuntunkan.
Adapun faktor
yang mendorong mereka berperilaku demikian bisa beragam. Bisa jadi mereka hanya
ikutan-ikutan; yang penting berjilbab, terpengaruh oleh tren, takut dijauhi,
dll. Jadi ada faktor dari dalam diri dan ada faktor dari luar.
Faktor dari
dalam ini, yaitu berupa pemahaman yang mendalam dan didasari oleh keimanan yang
teguh, adalah hal pertama dan terpenting. Mereka yang paham bahwa tuntunan
Islam untuk berjilbab adalah bukan sekedar masalah fashion tetapi bentuk
ketaatan dan sumber aliran deposit pahala, akan lebih konsisten bertahan dengan
‘pilihannya’. Karena ketika melakukan sebaliknya, mereka akan berpikir bahwa
setiap saat itu mereka melanggar perintah-Nya. Di sinilah pentingnya penanaman
keimanan, percaya bahwa setiap perilaku ada konsekuensinya.
Tidak kalah
pentingnya adalah penanaman pemahaman akan hikmah dan tujuan diwajibkannya
jilbab bagi wanita muslimah. Al-Qur'an menjelaskan bahwa di antara hikmah
pensyariatan jilbab adalah agar wanita muslimah lebih mudah dikenali dan tidak
mendapat perlakuan buruk. Jadi, jilbab terkait dengan identitas. Dan tentunya
identitas sangat terkait erat dengan kehormatan, posisi seseorang dan cara
pandang orang lain kepada seseorang tersebut. Inilah cara Islam ingin
memuliakan wanita. Coba apa yang anda pikirkan ketika anda berjalan di jalan
dan berpapasan dengan wanita yang memakai baju ‘anaknya’ dan celana yang ‘belum
jadi’. Memang akan ada yang mengatakan bahwa ia menikmati pemandangan itu, tapi
jika ia jujur untuk menjawab bagaimana pendapatnya tentang wanita tersebut,
maka jawabannya adalah wanita murah. Siapa yang mau disebut wanita murah? Tentu
tidak ada.
Permasalahanya,
wanita muslimah sekarang ini sedikit yang pemahamannya sampai kepada tingkatan
ini. Ada juga yang sudah mengerti, paham, akan tetapi tidak kuat dengan budaya
di lingkungannya. Ilmunya ‘keok’ ketika diadukan dengan ketakutan-ketakutannya
untuk tidak ‘terasingkan’ atau ketakutan-ketakutannya untuk tidak diminati oleh
kaum Adam. Maka pengetahuan saja tidak menjamin seseorang bisa konsisten
berjilbab yang syar’i.
Terkait dengan
faktor dari luar, ada satu hal yang sangat penting untuk dipahamkan kepada para
wanita. Yaitu tujuan dari iklan-iklan yang kemudian ini secara perlahan-lahan
ingin dijadikan budaya di masyarakat. Mereka perlu mempertanyakan apakah betul
bahwa cantik, anggun, menarik adalah seperti yang digambarkan oleh media-media;
berpakaian tetapi memamerkan aurat, berpakaian tetapi tubuh mereka masih
terlihat jelas. Apakah betul demikian? Sekali lagi, tanya dan jawab dengan
jujur. Atau jangan-jangan itu hanya alat mereka untuk meyakinkan orang agar mau
membeli produk mereka.
Kita patut
bertanya, kenapa wanita ada dalam iklan rokok, iklan minuman, dsb. Apa
hubungannya rokok dengan wanita? Tidak ada. Di sinilah cerdasnya mereka. Mereka
tau bahwa wanita memiliki daya tarik sendiri untuk menjadikan suatu produk
terlihat bagus. Jadi, ditampilkannya wanita dalam iklan-iklan tersebut, dengan
berpakaian tidak islami, hanyalah sebagai alat. Coba lihat ketika ada lowongan
pekerjaan, yang tertulis adalah dicari wanita dengan penampilan ‘menarik’. Dan
hampir dalam banyak hal wanita hanya dijadikan alat.
Di saat yang
sama, mereka ingin membodohi orang-orang bahwa fashion yang dikenakan oleh
wanita dalam iklan yang ditampilkan tersebut adalah fashion yang paling bagus
dan sesuai dengan ‘zaman’. Dan sangat disayangkan sedikit yang mencoba agak
kritis melihat ini. Mereka ‘mengamini’ saja apa yang didiktekan kepada mereka.
Mereka tidak sadar bahwa ada hubungan yang kuat antara bisnis dan wanita.
Wanita menjadi ‘pemoles’ terampuh untuk memperlancar penjualan produk atau
hanya dijadikan pembeli, untuk tidak mengatakan korban. Pakaian-pakaian murahan
tersebut dipromosikan sebagai pakaian paling trendi, modis dan membuat wanita
tampil cantik lagi ‘menawan’. Mereka diyakinkan seperti itu, lalu mereka
membeli.
Memang berat
bagi wanita muslimah untuk konsisten dengan ajaran islam ini di tengah derasnya
budaya-budaya non islami yang subur berkembang. Belum lagi pemikiran-pemikiran
menyimpang tentang syariat jilbab dari sebagian sarjana Islam yang dipromosikan
di media-media lokal yang berpengaruh. Maka, beruntunglah anda yang ghuraba,
terasing karena teguh memegang ajaran-Nya.
Beruntunglah
wanita yang paham akan indahnya syariat jilbab sebagai bagian ajaran Islam.
Bahwa Islam ingin memuliakan wanita. Ia tidak membiarkan wanita bisa dinikmati
begitu saja, oleh siapa saja. Wanita dihormatkan dengan fungsinya sebagai
pendamping suami, ibu sekaligus pendidik bagi anak-anak dan anak yang
melahirkan cucu yang dibanggakan bagi kedua orang tua dan keluarganya.
Beruntunglah
wanita yang paham bahwa ia semakin cantik dan dihormati dengan berjilbab sesuai
dengan syariat. Yang yakin bahwa keridhaan Tuhannya adalah melebihi segalanya.
Yang yakin bahwa ‘penerimaan’ dari manusia tidak semestinya menggiring ia untuk
melanggar perintah-Nya. Yang yakin bahwa suami yang terbaik telah disiapkan
untuknya, karena ia mentaati-Nya.
Kalau orang
berkata, ya lumayanlah daripada tidak berjilbab sama sekali. Maka mari kita
jawab, kalau bisa lebih baik dari itu kenapa tidak. Kalau ada emas sepuluh
keping di hadapan kita, kenapa hanya mengambil satu?
Semoga Allah melapangkan
hati kita untuk memahami ajaran-Nya dan mengamalkanya dengan konsisten hingga
akhir hidup. Amiin.
By: Reno Ismanto
Komentar
Posting Komentar