Remaja 64 - Perayaan Malam Tahun Baru Masehi, Untuk Apa?
Detik
menjelang akhir tahun Masehi semakin terasa. Penjual terompet dari kertas
memenuhi trotoar jalan raya menjajakan dagangannya. Kerlap-kerlip lampu di
beberapa sudut kota pun menambah semarak suasana. Di beberapa lokasi tertentu,
siap-siap digelar perayaan music berbagai macam jenis, ada yang dangdut, pop,
rock, bahkan ada yang menanggap wayang semalam suntuk.
Hingar-bingar
perayaan tahun baru sangat khas, penuh hura-hura dan aktivitas tak berguna yang
hanya sekedar untuk ‘having fun’. Pernahkah terlintas dalam diri bahwa itu
semua sia-sia dan tak memberi kontribusi apa pun bagi kemajuan negeri dan umat
ini? Banyak di antara mereka yang berdalih bahwa tak ada larangan dalam Islam
untuk merayakan tahun baru atau bahkan sekadar mengucapkan selamat tahun baru
Masehi. Jadi mereka beranggapan bahwa sah-sah saja mereka turut ambil bagian
dalam perayaan menyambut tahun baru.
Apakah mereka
lupa bahwa sejatinya perayaan tahun baru itu berkaitan erat dengan budaya dan
peradaban barat yang tak selaras dengan Islam? Wikipedia menyebutkan bahwa
perayaan malam tahun baru identik dengan kembang api, music, makanan dan
minuman beralkohol serta pesta hiruk-pikuk yang menjadi bagian dari perayaan
itu sendiri.
Aneh sekali bila
ada satu atau dua kalangan yang merayakan malam tahun baru dengan pengajian
yang inti acaranya malah ikut-ikutan menghitung mundur detik ketika mendekati
angka jam 12 malam. Maksud hati ingin berbeda dan mewarnai perayaan malam tahun
baru, tapi tak tahunya malah terjerembab dalam kubangan yang sama. Beda lagi
bila acara yang diadakan, dikemas dalam upaya penyadaran tentang hakikat dan
makna perayaan tahun baru sehingga memberi efek pada para peserta untuk
menjauhi segala aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
Bilapun
menghabiskan malam tahun baru di rumah saja bersama keluarga, harus dipastikan
bahwa tiap anggota keluarga tidak terlena dengan begitu banyaknya acara ‘bagus’
dikemas oleh para pengelola stasiun TV. Menonton TV memang boleh-boleh saja, tapi
yang harus diingat adalah alokasi waktu ketika menontonnya. Jangan sampai
keasyikan menonton sehingga tidur sangat larut malam yang menyebabkan sulit
bangun pagi dan shalat Subuh pun kesiangan. Ini namanya melakukan yang mubah
dan meninggalkan yang wajib, jangan sampai deh!
....lewatkan
malam pergantian tahun Masehi dengan aktivitas yang bermanfaat sebagaimana
malam-malam biasanya. Bukankah seorang muslim itu adalah orang yang menjauhi
perbuatan sia-sia dan selalu berhitung amal untuk kebaikan akhiratnya....
So, lewatkan
malam pergantian tahun Masehi dengan aktivitas yang bermanfaat sebagaimana
malam-malam biasanya. Bukankah seorang muslim itu adalah orang yang menjauhi
perbuatan sia-sia dan selalu berhitung amal untuk kebaikan akhiratnya?
Muhasabah atau introspeksi diri juga tidak harus menunggu malam tahun baru
Masehi. Setiap harinya bagi pribadi muslim, adalah hari untuk selalu
bermuhasabah dan berkomitmen agar menjadi lebih baik dan baik lagi. Alangkah
meruginya orang yang bertekad berubah menunggu momen tahun baru yang datang
Cuma setahun sekali. Iya kalo nggak si ajal datang sebelum sempat introspeksi
dan bertaubat? Ihh….nggak banget!
Sobat,
banggalah dengan jati diri keislamanmu. Dan merayakan malam tahun baru Masehi
yang identik dengan hura-hura bukanlah prilaku seorang muslim yang selalu
terjaga setiap langkah dan amal perbuatannya. Mending juga tidur di rumah
kemudian paginya bisa bangun subuh tepat waktu, sukur-sukur bisa bangun untuk
tahajud. Kegiatan ini jauh lebih keren daripada ikut-ikutan perayaan yang
jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Setuju donk ya? Pasti donk! ^_^
Ria
Fariana
Komentar
Posting Komentar