Mereka Mengajari Kami Membenci Islam
Dunia kami, dunia remaja yang penuh dengan gemerlap dan mimpi. Siapapun
pasti akan berharap akan selamanya berada dalam dunia yang indah ini.
Berbondong- bondong manusia menyajikan hiburan untuk kami. Entah dengan apapun
tujuan mereka, bisnis, uang dan lain sebagainya. Bagai komoditi ekspor yang
sangat menjanjikan keuntungan, berbagai `produk` khusus dunia remaja pun
ditawarkan untuk kami.
Salah satu dari yang mereka tawarkan adalah produk hiburan. Mereka
mengirimkan paket- paket hiburan yang dikemas apik, dengan harapan agar kami
terhibur dengannya. Salah satunya adalah lewat musik. Begitu syahdu kami
mendengarnya, berjingkrak- jingkrak bergembira dengannya, dan menghafalkan
setiap bait- baitnya. Seperti terhipnotis, kami menghayatinya begitu dalam,
bahkan sampai merasuk ke hati.
Jangan tanya berapa banyak jumlah lagu yang telah kami hafal. Musik
bagi kami adalah sudah menjadi gaya hidup yang sangat mengasyikkan. Acara ngefans dengan
idola, berteriak histeris, saat bertemu dan menyapa mereka, adalah sudah
menjadi pemakluman semua orang yang melihat. Hal itu sama sekali bukanlah
sebuah hal yang tabu di negeri ini, bahkan cenderung mengasyikkan. Itulah
remaja.
Tidak hanya itu, produk buatan mereka yang terasa melambungkan impian dan
fantasi para remaja seperti kami ini, adalah tren fashion yang mereka gelar dan
umumkan ke seantero negeri. Bagi kami yang masih sangat labil, hal itu adalah
sangat menarik. Akhirnya kami tak sungkan- sungkan menghabiskan jutaan rupiah
demi memuaskan obsesi manusia dengan penampilan yang selalu up to date.
Dalam pergaulanpun, mereka mencontohkan bahwa pergaulan tanpa batas antara
laki- laki dan perempuan adalah hal yang asyik. Hal ini sebagian besar mereka
perlihatkan lewat hiburan melalui perantara media, entah televisi, radio, dan
banyak media lainnya. Kamipun sedikit demi sedikit meniru gaya mereka
dalam bergaul.
Sampai akhirnya....
Waktupun akhirnya mengajarkan kami berpikir. Berpikir bahwa dunia yang
mereka tawarkan ternyata sesat. Mereka mengajarkan kami terutama kalangan
remaja wanita, untuk tidak punya lagi rasa malu. Wanita yang berpakaian minim
semakin dipuja, dan di tinggikan derajatnya dengan julukan seksi. Mereka
memutar balikkan fakta dan rasa, bahwa seksi adalah sebuah keunggulan dan
keharusan yang wajib dimiliki wanita jika mereka ingin dicintai. Belum lagi,
bahwa perempuan bisa berkeliaran dan tidak boleh seorangpun melarang mereka.
Ini karena wanitapun punya hak yang sama dengan laki- laki. Ditambah lagi,
wanita haruslah berdandan saat keluar agar selalu tampil menarik, dan
kecantikan itu akhirnya dapat dilihat oleh selain suaminya. Benar- benar,
kesenangan yang ditawarkan mereka tak lain ternyata hanya merendahkan wanita.
Senang- senang yang mereka tawarkan juga telah menjauhkan kami dengan
pemikiran tentang bekerja keras dan mengenalkan proses hidup yang instan
untuk mendapatkan kemakmuran. Deretan fantasi yang mereka perlihatkan kepada
kami adalah, bahwa anak muda terasa makin bergaya dan bahagia, hanya jika kelak
bisa menjadi orang kaya. Jadilah kami orang- orang yang sangat mencintai dunia,
dan melakukan apapun demi mendapatkan harta dunia. Namun sayang sekali,
hal tersebut ternyata membuat banyak dari kami lupa
tentang perbekalan untuk menuju akherat. Masyaallah....
Dengan ijin Allah, akhirnya kami juga bertanya pada diri sendiri, berapa
banyak ayat- ayat Alquran yang telah kami hafal di luar kepala, dan begitu
syahdu mengalun dibatin kami?. Firman- firman Allah yang begitu penuh kemuliaan
dan kesejukan seakan terasa membosankan dan terlalu susah dipahami. hal itu
karena tempat kehormatannya terganti oleh alunan syair dari para penyanyi.
Kamipun baru tersadar, betapa jadwal `laporan` lima kali kepada
Allah, telah berakhir dan kocar- kacir tidak jelas lagi.
Ternyata, telah begitu jauh mereka membelokkan arah pikiran kami dari
sebuah kedamaian. Dan bodohnya kami adalah, kami mengikutinya, bahkan
menikmatinya. Kedamaian yang mereka tawarkan hanyalah sesaat dan sangat semu.
Mereka benar- benar telah menjauhkan kami dari Allah. Menjadikan kami seseorang
yang kehilangan jati diri, atau dengan kata lain adalah sebagai plagiat sejati.
Bagaimana tidak, lihatlah pola hidup kami.
Begitu banyak mencontoh manusia yang
bergonta- ganti setiap hari. Ya, karena dahulu kami mengaku sebagai penggemar
mereka. Dan ketika pamor sang idola tenggelam, maka bergantilah kami
dengan gaya yang lain. Berganti, dan berganti setiap saat. Sama sekali
tidak ada nilai dan ukuran pasti dari semua itu. Dan sampai suatu
saat, kami telah menyadari bahwa usia kami semakin bertambah, masa
remaja telah menghilang, namun kami masih belum menemukan sesuatu. Begitulah,
betapapun hebatnya plagiat, ternyata kami akan tetap selalu menjadi nomor
dua.
Tanpa kami sadari, orang- orang yang membenci Islam juga telah
membentuk kami menjadi seseorang seperti mereka. Berpikiran seperti
mereka, bergaya hidup mencontoh mereka, dan mungkin arahnya nanti akan berganti
agama seperti mereka. Naudzubillah...
Namun kami masih beruntung, bahwa Allah subhanahu wata`ala benar-
benar menyadarkan kami, bahwa kami sudah terlalu jauh
berbelok dari sebuah nilai yang lurus. Dengan pola pikir yang seperti
ini, entah mengapa kami seperti diasingkan dengan agama kami sendiri,
dengan tuhan kami sendiri. Kami digiring untuk menghina agama
kami sendiri dengan sebuah konsep modern yang mereka tawarkan.
Lihatlah pakaian teman- teman wanita kami, mereka mengajak kami berpikir,
bahwa menutup aurat itu kuno dan sangat ribet. Mereka menggantinya
dengan model elegan dan moderen ala mereka, yang benar- benar jahiliyah.
Sama sekali tidak anggun, bahkan terlihat telanjang, menyerupai hewan. Dan
bodohnya kami, adalah kami mengikuti, dan menikmatinya.
Lihatlah betapa mereka membuat kami, para remaja ini untuk membenci Islam.
Mereka menghembuskan isu- isu yang mengadu domba sesama muslim dan membuat kami
membenci manusia lain yang justru begitu taat dengan perintah Allah.
Lihatlah betapa pengecutnya mereka. Mereka menggunakan segala cara agar
memandulkan Islam karena kuatnya kebencian mereka. Dan mereka tidak menggunakan
tangan mereka sendiri, melainkan menggunakan tangan- tangan orang yang mengaku
Islam namun dengan rela menjual kehormatan mereka itu demi dunia. Di buatlah
kami asing terhadap Islam lewat sejuta kenikmatan dunia yang mereka tawarkan.
Lalu setelah itu, dengan mudahnya mereka mengobok- obok Islam sebagai
kehormatan kami ini, sebelum akhirnya mengadu domba kami.
Akhirnya kami menghujat Allah, mempertanyakan kembali, memprotes bahkan
coba merevisi segala aturan Allah, dan akhirnya melupakan Allah. Dan siapa lagi
yang lebih empuk sasarannya untuk semua itu kalau tidak kami para anak muda
yang masih labil, penuh dengan emosi, cita- cita dan proses mencari. Dan
ibarat tunas, maka kamilah yang akan menjadi cikal bakal pohon selanjutnya. Dan
dengan konsep pikiran mereka yang telah tertanam di pikiran kami, maka di
esok hari, ketika kami dewasa, kami akan di bentuk untuk menjadi pengikut
mereka yang setia.
Ah, begitu banyak jika kami harus menghitung satu- persatu kesalahan
dan kedurhakaan kami kepada Allah yang maha pengasih. Dan ternyata
memang benar, sebuah hidayah itu bahkan lebih mahal dari pada apapun. Maafkan
kami Ya Allah, dan mohon berikanlah kami hidayah untuk kembali kepada
kesucian Islam, dan semoga masih ada sisa umur kami untuk memperbaiki
kekhilafan yang kami lakukan selama ini. Aamiin.
Nayma
Komentar
Posting Komentar